MANUSIA DAN KEINDAHAN

| Minggu, 19 Januari 2014


Keindahan

Dalam materi tentang Manusia dan Keindahan ini terlebih dahulu akan dibahas tentang makna keindahan. Keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus, cantik, elok, molek dan sebagainya. Setiap benda yang memiliki sifat indah merupakan hasil seni, pemandangan alam, manusia, rumah, tatanan, perabot rumah tangga, suara, warna dan sebagainya. Keindahan juga memiliki sifat universal, yaitu tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan atau lokal.
Kawasan bagi manusia sangat luas, seluas keanekaragaman manusia dan sesuai pula dengan perkembangan peradaban teknologi,  sosial, dan budaya. Oleh karena itu, keindahan dapat dikatakan sebagai bagian dari hidup manusia, karena keindahan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai contoh Monalisa, lukisan monalisa ini tidak indah, karena menurut konsep seni dasar dari lukisan ini tidak benar. Dalam seni, seni berusaha memberikan makna sepenuh-penuhnya mengenai obyek yang diungkapkan.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa keindahan itu merupakan suatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu dapat dikatakan jelas apabila telah dihubungkan dengan sesuatu yang berwujud atau berbentuk dalam suatu hasil karya. Dengan kata lain keindahan hanyalah sebuah konsep hanya dapat dinikmati jika konsep tersebut di tuang dalam sebuah karya yang berupa hasil karya berupa, lukisan, pemandangan alam, tubuh yang molek, film, nyanyian, dll.
The Liang Gie dalam bukunya “Garis besar estetika” menjabarkan bahwa keindahan itu berasal dari bahasa Inggris yaitu “beautiful”, bahasa Perancis yaitu “beau”, bahasa Italia dan Spanyol yaitu “bello”, dan berasal dari bahasan latin yaitu bellum”. Menurut cakupannya orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu kualitas abstrak dan sebagai suatu benda tertentu yang indah. Pertama, menurut sering atau tidaknya penggunaan kata tersebut. Dalam bahasa inggris istilah beuty (keindahan) dan the beautiful (benda atau hal yang indah) sering dipergunakan. Dan dalam pembatasan filsafat, kadang-kadang kedua pengertian itu dicampuradukan. Kedua, menurut luasnya pengertian yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1)   Keindahan dalam arti luas, meliputi keindahan seni, keindahan alam, keindahanmoral dan keindahan intelektual.
2)  Keindahan dalam arti estetis murni, menyangkut  pengalaman   estetis  dari  seseorang dalam  hubungannya   dengan  segala  sesuatu yang diserapnya.
3)  Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungannya dengan penglihatan, cakupannya lebih dipersempit, sehingga hanya menyangkut benda-benda yang diserapnya dengan penglihatan berupa keindahan dari bentuk dan warna.
Dari pemaparan perbadaan mengenai keindahan, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya keindahan itu adalah sejumlah kwalitas pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kwalitas yang dimaksud dapat berupa kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
1)   Nilai Estetik
Dalam bidang ilmu filsafat, istilah nilai seringkali dipakai untuk menyatakan berharga (worth) atau kebaikan (goodness) pada suatu benda yang abstrak.Dalam Dictionary Of Sosiology and Related Sciences manjabarkan lebih terperinci tentang nilai, yaitu :
“The believed capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of any abject which causes it to be on interest to an individual or a group". (kemampuan yang dipercaya ada pada sesuatu benda untuk memuaskan suatu keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau sesuatu golongan). Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan suatu realita psikologis yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaannya, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu sendiri. Setiap orang menganggap bahwa nilai itu terdapat pada suatu benda jika kebenarannya terbukti.
Nilai dibedakan menjadi nilai subyektif dan nilai obyektif, ada juga yang membedakan nilai menjadi nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Namun perlu diperhatikan bahwa penggolongan nilai yang paling penting adalah nilai instriksik dan nilai ekstrinsik. Nilai instrinsik sifat baik dari benda yang bersangkutan dapat berupa suatu tujuan ataupun demi kepentingan benda itu sendiri. Demikian juga dengan nilai ekstrinsik, hanya saja nilai ini dijadikan sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (instrumental/contributory value), yaitu nilai yang bersifat sebagai alat .

Contoh:
a.  Puisi, bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu disebut  nilai ekstrinsik. Sedangkan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca  melalui (alat benda) puisi itu disebut nilai instrinsik.

b. Tari, tarian Damarwulan-minakjinggo suatu tarian yang halus dan kasar  dengan  segala macam  jenis  pakaian  dan gerak-geriknya. Tarian itu merupakan nilai  ekstrinsik, sedangkan pesan yang ingin disampaikan oleh tarian itu ialah kebaikan  melawan kejahatan merupakan nilai instrinsik.

2)  Kontemplasi dan Ekstansi
Keindahan dapat dinikmati menurut selera seni dan selera biasa. Keindahan yang didasarkan pada selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah dasar yang ada dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. sedangkan ekstansi ialah sifat dasar yang ada dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang indah.

Apabila  kedua  dasar ini dihubungkan  dengan  bentuk di luar diri manusia berupa karya budaya seperti karaya seni lukis, seni suara seni tari, seni sastra, seni drama, film ataupun berupa ciptaan Tuhan misalnya pemandangan alam, bunga yang berwarna-warni, maka  akan terjadi penilaian  bahwa  sesuatu hasil karya itu bersifat indah.  Sesuatu  yang indah  itu memikat  atau menarik  perhatian orang  yang  melihat dan mendengarnya.
Setiap manusia memiliki tingkatan kontemplasi dan ekstansi yang berbeda-beda, Sehingga tanggapan yang diberikan terhadap keindahan karya seni pun berbeda-beda karena setiap orang memiliki selera seni yang berbeda. Bagi seorang seniman sselera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang yang bukan seniman. Bagi seseorang yang bukan seniman mungkin faktor ekstansi yang lebih menonjol kerana ia lebih suka menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. Dengan kata lain, ia hanya mampu menikmati keindahahan tetapi tidak mampu untuk menciptakan keindahan tersebut.

Renungan

Renungan berasal dari kata renung, yaitu diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan dengan penghayatan yang dalam. Renungan merupakan  hasil dari merenung. Suatu karya dapat tercipta karena adanya renungan, dalam merenung ada beberapa teori untuk menciptakan seni, yaitu :
1)   Teori Pengungkapan
Benedeto Croce (1886-1852) adalah seorang tokoh filsuf yang berasal ari Itali. Beliau merupakan tokoh yang paling terkenal dalam teori pengungkapan. Dalam karyanya yang telah diterjemahkan kedalam bahasa inggris “aesthetic  as Science  of Expresion  and General  Linguistic", beliau menyatakan bahwa “art is expression of impressions” (seni adalah pengungkapan dari kesan-kesan). Expression disebut juga dengan intuition, dan intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentang hal-hal individual yang menghasilkan gambaran angan-angan (images) berupa images warna, kata dan garis.
Teori ini memiliki dalil “Art is an Expression of human feeling” (seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia).
2)  Teori Metafisik
Teori yang bercorak metafisis ini merupakan salah satu teori yang tertua. Teori ini berasal dari Plato dengan karya-karya tulisannya sebagian besar membahas tentang estetik filsafati, konsepsi keindahan dan teori seni. Mengenai pembahasan tentang seni, Plato mengemukakan sebuah teori “peniruan” (imitation theory). Beliau mendalilkan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi sebagai realita ilahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi. Semua karya seni yang diciptakan manusia hanyalah merupakan mimemis (tiruan) dari realita duniawi.
Selain itu ada seorang ahli filsuf Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang memandang bahwa seni adalah suatu bentuk dari pemahaman terhadap realita. Dan realita yang sejati adalah suatu keinginan yang sementara. Dunia obyektif hanyalah wujud luar dari keinginan itu. Selanjutnya ide-ide itu mempunyai perwujudan sebagai benda-benda khusus. Pengetahuan sehari-hari (praktis) lah yang berhubungan dengan benda-benda itu. Tetapi ada pengetahuan yang lebih tinggi lagi kedudukannya, yakni pengetahuan yang diperoleh apabila pikiran diarahkan pada ide-ide dan merenungkannya agar menjadi ide-ide yang luar biasa, karena dengan perenungan inilah suatu kaya dapat tercipta. Seniman besar adalah seseorang yang mampu dengan perenungannya itu menembus segi-segi praktis dari benda-benda disekelilingnya dan sampai pada maknanya yang dalam, yakni memahami ide-ide dibaliknya.

3)  Teori Psikologis
Dari sudut pandang hubungan antara karya seni dan alam pikiran penciptanya,  teori psikologis ini menggunakan metode psikoanalisa yang menerangkan bahwa proses penciptaan seni merupakan suatu kegiatan pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar dari seniman. Sedangkan, karya seni adalah bentuk berupa hasil dari seni tersebut yang diwujudkan keluar dari keinginan-keinginan itu.
Teori lain tentang sumber seni ialah teori permainan yang dikembangkan oleh Freedrick Schiller (1757-1805) dan Herbert Spencer (1820-1903). Menurut Schiller, seni berasal dari dorongan batin seseorang untuk bermain-main (play impulse). Seni diibaratkan semacam permainan yang menyeimbangkan segenap kemampuan mental manusia dengan mengeluarkan kelebihan energi yang dimilikinya. Sedangkan bagi Spencer, dia menganggap permainan itu berperan untuk mencegah kemampuan-kemampuan menganggur dan kemudia menciut karena disia-siakan. Teori permainan tentang seni tidak sepenuhnya diterima oleh para ahli estetik. Hal ini disebabkan karena permainan merupakan suatu kreasi, padahal seni adalah kegiatan yang serius dan pada dasarnya bersifat kreatif.
Teori kedua yang dapat dimasukkan dalam teori psikologis yakni teori penandaan (signification Theory), dimana teori ini memandang seni sebagai suatu lambang atau tanda dari perasaan manusia. Sebagai contoh sebuah lagu dengan irama naik turun dan alunan cepat lambat serta akhirnya berhenti adalah simbol atau tanda dari kehidupan manusia dengan berbagai perasaannya yang ada pasang atau surut serta tergesa-gesa atau santainya dan ada akhimya.

Keserasian

Keserasian berasal dari kata serasi yang artinya cocok, sesuai, dll. Kata cocok, sesuai dan lain sebagainya itu mengandung unsur perpaduan, pertentangan, ukuran dan seimbang. Sebagian ahli pikir menjelaskan, bahwa keindahan pada dasarnya merupakan sejumlah kualitas/pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kualitas yang dimaksud dapat berupa kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
Filsuf Inggris Herbert Read merumuskan definisi tentang keindahan, menurut Herbert keindahan itu merupakan kesatuan dan hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara penyerapan-penyerapan inderawi kita (beuty is unity of formal relations among our sense-perception). Pendapat alin menganggap pengalaman estetik merupakan suatu keselarasan dinamik dari perenungan yang menyenangkan. Dalam keselaran itu seseorang memiliki perasaan-perasaan seimbang dan tenang, mencapai cita rasa akan sesuatu yang terakhit dan rasa hisup sesaat di tempattempat kesempurnaan yang dengan senang hati ingin diperpanjangnya.
Ada dua teori dalam pembahasan keselarasan ini, yaitu :
1)   Teori Obyektif dan Subyektif
Teori obyektif dipelopori oleh tokoh-tokoh filsuf seperti Plato, Hegel dan Bernard Bocanquat. Teori ini memandang bahwa kualitas atau ciri-ciri lah yang menciptakan nilai estetik pada suatu hasil karya, karena kualitas (sifat) tersebut memang telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang mengamatinya. Hasil karya dengan kualitas atau ciri-ciri dapat bernilai estetik apabila asas-asas tertentu pada bentuk benda tersebut telah terpenuhi.
Teori Subyektif, pada teori ini menyatakan bahwa dalam penciptaan keindahan tidak membutuhkan ciri-ciri atau kualitas, yang dibutuhkan hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati suatu benda. Adanya keindahan semata-mata tergantung pada penyerapan dari pengamat itu. Yang tergolong dalam teori subyektif ialah yang memandang keindahan sebagi suatu hubungan diantara suatu benda dengan alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti adanya perasaan suka pada benda yang diamatinya.
Tokoh yang mendukung teori subyektif adalah Henry Home. Earlof Shaffesbury, dan Edmund Burke.
2)  Teori Perimbangan
Bangsa Yunani Kuno dalam teori perimbangan yang membahas keindahan ini memandang keindahan itu secara kualitatif yaitu diungkapkan dengan kata-kata. Keindahan dianggap sebagai kualita terhadap benda-benda yang disusun menjadai bagian-bagian yang bernilai estetik. Hubungan dari bagian-bagian teesebut dapat dinyatakan sebagai perimbangan atau perbandingan angka-angka.
Pythagoras yang berasal dari Yunani mencetuskan teori proporsi, dalam teorinya ia menemukan bahwa jenis nada yang dikeluarkan oleh seutas senar tergantung pada panjang senar itu dan akan mengahsilkan susunan nada yang selaras (indah didengar). Jadi, teori ini menjelaskan keindahan terdapat dalam suatu benda yang bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu sama lain sebagai bilangan-bilangan kecil.
Teori perimbangan berlaku dari abad ke-5 sebelum masehi hingga abad ke-17 masehi selama 22 abad. Teori ini runtuh karena adanya desakan dari filsafat empirisme dan aliran-aliran yang termasuk dalam seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan yang subyektif sifatnya, karena keindahan hanya ada pada pikiran orang yang menerangkannya dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Para seniman romantik pada umumnya berpendapat bahwa keindahan sesungguhnya tercipta dari tidak adanya keteraturan, yakni tersusun dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Oleh karena itu ia memandang bahwa tidak ada teori umum yang membahas tentang keindahan.

SUMBER :










0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲