Al-Qur an adalah sumber pokok islam yang memberi sinar pembentukan hukum-hukum islam sampai akhir zaman. Di smaping itu terdapat sumber ajaran islam kedua yaitu As-sunnah/Hadits sebagai penjelas Al-Qur an terhadap hal-hal yang masih bersifat umum. Oleh karena itu perlu adanya penjabaran tentang sumber-sumber ajaran islam agar lebih mengerti dan memahami pengertian serta kedudukannya dalam menentukan suatu hukum ajaran islam.
Definisi agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebuah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Terdapat sumber lain dari Émile Durkheim yang mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.
Sebagai umat beragama sebaiknya bisa semaksimal
mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas
beribadah untuk mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.
Sumber ajaran dasar islam ada 3 yaitu Al-Qur’an,
al-sunnah dan al-hadist, dan ijtihad.
Definisi Al-Qur an secara
etimologis berarti bacaan yang dibaca. Sedangkan secara terminologi Al-Qur an ialah
wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara
Malaikat Jibril yang berisikan pedoman hidup manusia untuk keselamatan dunia
dan akhirat, ditulis dalam Mushaf, diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya
adalah ibadah. Sehingga tidak ada sesuatu yang
terlupa olehnya.
Keutamaan Al-Qur an ditegaskan dalam sabda Rasulullah,
antara lain :
1) Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang
mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
2) Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal)
Al-Qur’an (HR. Turmizi)
3) Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta
malaikat- malaikat yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua
pahala (HR. Muslim).
4) Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka
pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
5) Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang
Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
Al-Qur an merupakan satu-satumya
kitab suci yang terjaga otensitasnya dan tidak akan berubah sedikitpun isi dan
maknanya hingga hari kiamat nantinya, karena Allah telah menyatakan sendiri jaminan
atas keaslian al-Qur an dalam surat al-Hijr ayat 9.
إِنَّا نَحْنُ
نَزَّلْنَا
الذِّكْرَ
وَإِنَّا
لَهُ
لَحَافِظُونَ
'Innā Naĥnu
Nazzalnā Adh-Dhikra Wa 'Innā
Lahu Laĥāfižūna
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur an,
dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.(masukin referensinya)
Al-Qur
an diturunkan Allah kepada nabi Muhammad dalam rentang waktu sekitar 23 tahun
periode makkah 13 tahun dan sisanya 10 tahun periode madinah. Al Qur an memiliki 30 juz, 114 surat dan 6236
ayat. Pembagian ayat
Al-Qur an ini debedakan berdasarkan lokasi penurunan ayat tersebut diantaranya
ada ayat Makkiyyah dan ayat manadiyyah. Sesuai dengan lokasi
penurunannnya ayat makkiyyah yaitu ayat-ayat
yang diturunkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sebelum hijrah ke
Madinah. Ayat Madaniyyah adalah ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam setelah hijrah ke Madinah.(Muawiah, 2012)
Ada
beberapa berbedaan antara ayat Makkiyyah dan Madaniyyah antara lain sebagai
berikut :
1)
Dari sisi ushlub
·
Ayat Makkiyyah
menggunakan gaya bahasa yang sangat kuat dan
khithab
(pembicaraan)-nya
tegas sedangkan ayat madaniyyah lembut dan khithab
(pembicarann)-nya mudah. Munculnya perbedaan ini karena pada ayat makkiyyah mayoritas penduduknya adalah para pembangkang dan orang- orang yang
sombong. Tetapi berbeda dengan ayat madaniyyah, karena mayoritas orang yang diajak
bicara adalah orang-orang yang menerima dan tunduk.
· Ayat makiyyah
cenderung pendek sedangkan ayat madaniyyah lebih panjang. Perbedaan
ini dilihat dari kondisi dan keadaan orang-orang yang diajak bicara.
2)
Dari sisi pembahasan
· Ayat makiyyah
berisi tentang tauhid dan aqidah, khususnya yang berkaitan dengan tauhid
uluhiyyah dan iman kepada hari kebangkitan. Hal itu dikarenakan orang
yang diajak bicara mayoritas mengingkari hal tersebut.
· Ayat madaniyyah berisi tentang penjelasan ibadah
dan muamalah, karena pada massa diturunkannya ayat madaniyyah ilmu tauhid dan
aqidah yang lurus telah meneteap pada jiwa orang tersebut. Dan mereka lebih membutuhkan penjelasan mengenai ibadah dan muamalah.
· Pada ayat-ayat madaniyyah banyak di sebutkan
tentang hukum masalah jihad dan karakteristik orang-orang munafik. Hal itu
disebabkan karena ketika ayat-ayat itu disyari’atkan, telah muncul benih-benih kemunafikan. Berbeda dengan ayat-ayat makiyyah.
· Ayat Makkiyah
mayoritas diawali dengan kalimat ya ayyuhannas. sedangkan
ayat Madaniyyah mayoritas dengan ya ayyuhalladzina amanu.
Isi kandungan dalan Al-Qur an
1) Pokok-pokok keimanan (tauhid) kepada Allah, keimanan
kepada malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, hari akhir, qodli-qodor, dan
sebagainya.
2) Prinsip-prinsip syari’ah sebagai dasar pijakan manusia
dalam hidup agar tidak salah jalan dan tetap dalam koridor yang benar bagaiman
amenjalin hubungan kepada Allah (hablun minallah, ibadah) dan (hablun
minannas, mu’amalah).
3)
Janji atau kabar gembira kepada yang berbuat baik
(basyir) dan ancaman siksa bagi yang berbuat dosa (nadzir).
4) Kisah-kisa sejarah, seperti kisah para nabi, para kaum
masyarakat terdahulu, baik yang berbuat benar maupun yang durhaka kepada Tuhan.
5) Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan:
astronomi, fisika, kimia, ilmu hukum, ilmu bumi, ekonomi, pertanian, kesehatan,
teknologi, sastra, budaya, sosiologi, psikologi, dan sebagainya.
FUNGSI AL QURAN
1)
Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
2)Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
3)Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2:
41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10: 37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
4)Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik
dan buruk)
5)Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
6)Sebagai pemberi kabar gembira
7)Sebagai hidayah
atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
8)Sebagai peringatan
9)Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)
10)Sebagai pedoman
hidup (QS. 45: 20)
11)Sebagai
pelajaran
NAMA-NAMA LAIN DARI AL QURAN
Ada beberapa nama
lain dari Al-Qur an, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Al Kitab : Kitab tertulis yang lengkap
2)
Al Furqan : Kitab pemisah antara yang hak dan
yang batil
3)
Al Mau`idzah : Kitab Nasihat
4)
Asy Syifa : Kitab yang mengibati
5)
Al Huda : Kitab Petunjuk
6)
Al Hikmah : Kitab Pembawa Kebijaksanaan
7) Al Hukmu : Kitab
Pembawa Hukum
8)
Al Khair : Kitab Pembawa kebaikan
9)
Adz Dzikru : Kitab Pembawa Peringatan
10) Ar Ruh : Kitab
yang menjadi ruh ajaran islam
11) Al Muthahharah :
Kita yang Disucikan
AL-SUNNAH DAN HADITS
AL-SUNNAH DAN HADITS
Al-sunah
dan hadits, merupakan dasar agama islam yang kedua setelah al-Qur’an. Al-sunnah
menurut para ahli merupakan semua riwayat yang bersumber dari rasullullah
selain al-Qur’an yang wujudnya bisa berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir
beliau yang dapat dijadikan dalil, namun hukum pelaksanaanya tidak sampai
ketingkat wajib atau fardu. Sedangkan al-hatits merupakan riwayat-riwayat dari
rasul dan setelah beliau diangkat menjadi rasul (ba’da nubuwwaat). Al-sunnah
lebih berfungsi sebagai petunjuk untuk menafsirkan isi dari al-Qur’an karena
tidak semua ayat-ayat al-Qur’an dapat dipahami maksud sesungguhnya, karenanya
Allah memberikan otoritas bagi nabi Muhammad untuk menjelaskan maksud yang
terkandung di dalam al-Qur’an lewat sunnahnya.
As-Sunnah
adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an Apabila as-Sunnah /
Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan mengalami
kesulitan-kesulitan seperti :
1)
Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan
lain
sebagainya, karena ayat al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara
secara global dan umum, sedangkan yang menjelaskan secara rinci adalah
as-Sunnah / Hadits.
2)
Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari
penafsiran yang subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
3)
Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara
rinci dalam Sunnahnya, sedangkan mengikuti pola hidup Nabi adalah perintah
al-Qur’an.
4)
Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis,
karena adanya peraturan-peraturan yang diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang
tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan bangkai ikan dan belalang,
sedangkan dalam al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.
As-sunnah/Hadits
memiliki beberapa fungsi, antara lain
adalah sebagai berikut :
·
Sebagai
penguat ajaran yang ada di dalam al-Qur an;
·
Sebagai
penjelas hukum-hukum yang ada di dalam al Qur an;
·
Sebagai
pembawa hukum baru yang tidak tertulis tegas dalam al Qur an.
Macam-macan
As-sunnah dan Hadits
Jenis-jenis
As-sunnah dan Hadits dibedakan dalam beberapa jenis antara lain berdasarkan
bentuknya, jumlah orang-orang yang
menyampaikannya dan kualitasnya.
1) Berdasarkan bentuknya
·
Fi’li (perbuatan Nabi)
·
Qauli (perkataan Nabi)
·
Taqriri (persetujuan atau izin Nabi)
2)
Berdasarkan
jumlah orang-orang yang menyampaikannya
·
Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak;
·
Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak
sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawir;
·
Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
3)
Berdasarkan
kualitasnya
·
Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah;
·
Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih,
tetapi dari segi hafalan pembawaannya yang kurang baik;
·
Dhaif, yaitu hadits yang lemah;
·
Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
·
Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
·
Maqbul, yang diterima.
·
Mardud, yang ditolak.
Istilah pokok
dalam ilmu Hadits
1)
Matan, yaitu Matan
adalah lafal atau teks hadis
2)
Rawi, yaitu Pencerita
atau pembawa hadis
3)
Sanad, yaitu Tingkatan
atau alur diterimanya hadis
2.2.2.3Pembagian Tingkatan Hadits
1)
Hadis shahih, yaitu hadis yang kuat dan tepercaya;
2)
Hadis dha`if, yaitu hadis yang lemah dan kuran dapat dipercaya.
3)
Hadis maudhu`, yaitu hadis palsu (muslim I. , 2013)
Kedudukan As-sunnah/Hadits (administrator,
2010)
1)
Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an;
2)
Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa (QS. Al Mujadilah,
58: 5);
3)
Menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda
orang
yang beriman
(QS. An - Nisa. 4: 65)(muslim i. ,
2013)
Hubungan
As-sunnah dengan Al-Qur an
1) Sebagai Bayan ( menerangkan ayat-ayat yang sangat
umum);
2)
Sebagai
Taqrir ( memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur an);
3)
Sebagai
Bayan Tawdih ( menerangkan maksud dan tujuan sesuatu).
Perbedaan
Al-Qur an dan As-sunnah/Hadits sebagai Sumber Hukum
Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah
sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat
perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain sebagai berikut :
1) Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak )
kebenarannya. As-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir;
2) Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai
pedoman hidup.Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena
disamping ada Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif;
3) Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan
maknanya. As-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.
4) Apabila al-Qur’an berbicara tentang
masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib
mengimaninya. Apabila as-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau
hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti
halnya mengimani al-Qur’an.
Berdasarkan perbedaan di atas, maka hendaknya
:
· Penerimaan
seorang muslim terhadap Al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang
kuat, sedangkan;
· Penerimaan
seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan (
dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu
apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya proses
sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan
sebagaimana jaminan keyakinan terhadap al-Qur’an.
IJTIHAD
Secara etimologi ijtihad
ialah mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha bersungguh-sungguh, bekerja
semaksimal mungkin. Sedangkan secara terminologi ijtihad adalah
usaha yang sungguh-sungguh oleh seseorang ulama yang memiliki syarat-syarat
tertentu, untuk merumuskan kepastian hukum tentang sesuatu ( beberapa ) perkara
tertentu yang belum ditetapkan hukumnya secara explisit di dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah.
Ijtihad, secara bahasa berasal
dari kata jahada yang bermakna melakukan pekerjaan yang lebih dari biasanya
atau melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Persoalan yang tidak dapat
diabaikan dalam melakukan ijtihad adalah terpenuhinya syarat-syarat ijtihad.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam menentukan syarat-syarat
ijtihad sebagai mujtahid (orang mampu melakukan ijtihad melalui cara istinbath
dan tathbiq). Istinbath ialah mengeluarkan hukum dari hukum sumber syariat
sedangkan tahbiq ialah penerapan hukum. Menurut Wahbah al-Zuhaili, hukum
ijtihad adalah wajib ‘ain, wajib kifayah, sunnah dan bahkan atau haram,
tergantung pada kapasitas orang yang bersangkutan. Menurut Mahmud Syaltut,
ijtihad itu mencakup dua pengertian, yaitu :
1)
Penggunaan
pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan
secara eksplisit oleh al-Qur’an dan as-Sunnah;
2)
Penggunaan
pikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari suatu ayat
atau Hadits.
Kedudukan
Ijtihad
Berbeda dengan al-Qur’an dan
as-Sunnah, Ijtihad sebagai sumber hukum Islam yang ketiga terikat dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Yang ditetapkan oleh Ijtihad tidak melahirkan
keputusan yang absolut, sebab Ijtihad merupakan aktivitas akal pikiran manusia
yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusan
Ijtihad pun relatif;
2)Keputusan
yang diterapkan oleh Ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang, tetapi tidak
berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat, tetapi tidak berlaku
pada masa / tempat yang lain;
3)Keputusan
Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah;
4)Berijtihad
mempertimbangkan faktor motivasi, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan
nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa ajaran Islam;
5)Ijtihad
tidak berlaku dalam urusan Ibadah Makhdah
Bentuk- bentuk Ijtihad
Ijtihad dibedakan menjadi beberapa bentuk contohnya
sebagai berikut :
1)
Ijma, kebulatan pendapat
para ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu masalah yang berkaitan dengan
syariat;
2) Qiyas (Ra`yu), menetapkan
hukum atas suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, nerdasarkan sesuatu
yang sudah ada ketentuan hukumnya dengan memperhatikan kesamaan antara kedua
hal itu. Misalnya mengharamkan ganja, heroin, dan lain-lain yang belum ada
ketentuannya dalam kitab dengan menganalogikannya dengan haramnya khamar yang
sama-sama bisa memabukkan;
3)Stishab, melanjutkan hukum
yang sudah ada dan yang telah ditetapkan karena adnya suatu dalil, sampai
adanya dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Misalnya, apa yang
diyakini telah ada tidak akan hilang karena adanya keragu-raguan;
4)Mashlahah Mursalah, kemaslahatan atau
kebaikan yang tidak disinggung-singgung syara untuk mengerjakan atau
meninggalkannya, sedangkan apabila dilakukan akan membawa kemanfaatan terhindar
dari keburukan. Ini terjadi sewaktu pengumpulan dan kondifikasi al-Qur`an pada
zaman Abu Bakar dan Usman bin Affan. Tidak ada ketentuan yang melarang dan
menyuruh melakukannya, namun jika dilakukan mendatangkan manfaat;
5)Urf, yaitu kebiasaan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik dalam kata-kata atau
perbuatan. Misalnya, kebiasaan serah terima jual beli tanpa menggunakan
kata-kata ijab kabul.
Syarat Berijtihad
1) Mengetahui
isi al-Qur`an dan hadis. Untuk hadis yang harus diketahui, ada yang mengatakan
3000 buah, ada pula yang mengatakan 12000 buah, termasuk kesahihan hadis (hadis
sahih) dan kelemahan hadis (hadis dafi);
2) Mengetahui
soal-soal ijma (kebulatan/kesepakatan semua ahli ijtihad pada suatu
masa atas suatu hukum syara), sehingga mujtahid mujtahid tidak memberikan fatwa
yang berlainan dengan hasil ijma terdahulu;
3) Memahami
bahasa Arab dengan baik.
4) Memahami
ilmu Usul Fiqih (cara mengambil hukum syariat berdasarkan al-Qur`an
dan hadis) dengan baik;
5) Memahami nasikh dan mansukh sehingga seorang mujtahid tidak mengeluarkan hukum berdasarkan dalil yang sudah dibatalkan (mansukh).
Dari paparan tersebut menyatakan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber utama yang
dijadikan oleh para mujtahid dalam menentukan hukum ajaran Islam. Karena,
segala permasalahan hukum agama merujuk kepada Al-Qur’an tersebut atau kepada
jiwa kandungannya. Apabila penegasan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an masih
bersifat global, maka hadist dijadikan sumber hukum kedua, yang mana berfungsi
menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Qur’an. Sumber hukum yang lain adalah Ijmak
dan Qiyas.
Ijmak dan Qiyas merupakan sumber pelengkap, yang mana wajib diikuti selama tidak bertentangan dengan nash syari’at yang jelas.
Ijmak dan Qiyas merupakan sumber pelengkap, yang mana wajib diikuti selama tidak bertentangan dengan nash syari’at yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Muawiah, A. (2012, Desember 27). Ayat Makiyyah
dan Madaniyyah. Dipetik Oktober 06, 2013, dari Al-Atsariyyah:
http://al-atsariyyah.com/ayat-makiyyah-dan-madaniyyah.html
muslim, i.
(2013, Maret 18). Sumber Ajaran islam. islamnyamuslim.com , hal.
http://www.islamnyamuslim.com/2013/03/sumber-ajaran-islam.html.
muslim, I.
(2013, Maret 18). Sumber Ajaran Islam. islamnyamuslim.com , hal.
http://www.islamnyamuslim.com/2013/03/sumber-ajaran-islam.html.