1. Judul :
Gambaran Pertemanan Anak ADHD (Attention
Deficit/Hyperactivity Disorder) Dengan Teman
Sebaya Di
Jakarta
2. Penulis :
Rosita
3. Nama Jurnal : Jurnal Psikologi Universitas Paramadina
4. Tahun Publikasi : Desember 2012
Dari jurnal ini penulis memaparkan
tentang gambaran Pertemanan Anak ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity
Disorder) Dengan Teman Sebaya Di Jakarta. Dalam jurnal ini penulis menjelaskan
bahwa anak yang menderita ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder) mengalami kesulitan dalam kemampuan sosial.
Anak ini biasanya bersekolah di tempat-tempat pendidikan khusus sesai dengan
kebutuhannya.
Dalam penjabarannya, penulis
menjelaskan bahwa setiap anak memiliki kebutuhan lebih untuk berinteraksi
dengan teman sebayanya saat anak tersebut menginjak masa remaja, dimana seorang
anak mamasuki tahap yang penting dalam bersosialisasi, tidak terkecuali Anak ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity
Disorder). Kendati demikian, pada masa remaja anak yang menderita ADHD dalam
memenuhi kebutuhan sosialnya, cenderung ditolak secara sosial oleh teman
sebayanya di sekolah.
Dalam menunjang penulisannya tentang
pertemana anak-anak ADHD terhadap teman sebaya, penulis mengambil teori tentang
pertemana yang dijabarkan oleh Ali (2004), Park dan Burges, dan keith Davis
(dalam Devito, 1986) yang mengemukakan 8 karakteristik terhadap pertemanan
yaitu Enjoyment; Acceptancce; Trust; Respect; Mutual Assistance; Confiding; 7
Understanding, dan; Spontaneity.
Seorang tokoh John M. Reisman (Dalam
Devito, 1986) membagi tipe-tipe pertemanan menjadi tiga tipe, yaitu :
1.
Reciprocity,
melambangkan tipe pertemanan yang memiliki karakteristik setia, murah hati.
Terciptanya pertemanan ini didasarkan pada keseimbangan, dimana tiap individu
berbagi secara adil dalam hal memberi dan menerima keuntungan yang ada dalam
sebuah hubungan.
2.
Receptivity,
yaitu tipe pertemanan yang dikarakteristikan dengan adanya ketidakseimbangan dalam hal memberi dan
menerima dalam sebuah hubungan yang terjadi.
3.
Association,
yaitu penggambaran sebuah hubungan yang bersahabat namun bukan sebuah hubungan
pertemanan yang sesungguhnya.
Dalam penulisan ini terdapat pemikiran
tentang fungsi teman sebaya yang di
kemukakan oleh Santosa (2004). Beliau memaparkan fungsi teman sebaya
diantaranya berfungsi dalam mengajarkan kebudayaan; mengajarkan peranan sosial
sesuai dengan jenis kelamin; mengajarkan mobilitas sosial; menyediakan
peranan-peranan sosial yang baru; berfungsi sebagai sumber informasi; serta
fungsi dari kelompok sebaya yaitu membantu anak untuk terlepas dari
oarng-orang dewasa.
Penjabaran penulis mengenai anak berkebutuhan
khusus atau luar biasa menyatakan bahwa anak yang berkebutuhan khusus adalah
anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal, baik penyimpangan terhadap
ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik, dan neuromuscular, perilaku sosial
dan emosional, kemampuan berkomunikasi. Penjelasan ini penulis kutip dari
Mangunsong (2009). Dalam pendidikannya, anak berkebutuhan khusus memerlukan
pendidikan khusu/ luar biasa karena mereka tampak berbeda dari siswa pada
umumnya dalam satu hal atau lebih seperti memiliki keterbelakangan mental,
ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan emosi atau perilaku,
hambatan fisik, hambatan komunikasi, autisme, hambatan pendengaran dan
penglihatan. Pernyataan ini sama halnya dalam kutipan oleh Papalia (2003) yang
dikutip penulis menyatakan bahwa remaja awal (sekitar 11 atau 12-14),
berkesempatann untuk mengalami pertumbuhan yang meliputi dimensi fisik,
kognitif dan sosial, otonomi, self esteem, dan keintiman. Dalam tahap ini
beberapa remaja mengalami kesulitan dalam menangani perubahan dan mengatasi
bahaya yang terjadi pada dirinya. Menurut penulis, kesulitan ini merujuk pada
anak-anak berkebutuhan khusus karena anak berkebutuhan khusus ini memerlukan
perhatian khusus dalam menangani perubahan dan permasalahan dalam hidupnya.
Mengenai gambaran pertemanan anak berkebutuhan khusus yang menempuh pendidikan
umum di Jakarta. Penulis memaparkan bahwa penyebab terjadinya ADHD yaitu karena
kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsif yang menyebabkan penurunan
aktifitasnya (APA, 2000 dalam Kring 2010).
Adapun metode penelitian yang digunakan
penulis dalam menangani pembahasan tentang ialah metode kualitas dengan
menggunakan wawancar dan observasi. Dalam proses pengumpulan data penulis
menggunakan teknik wawancara. Metode yang digunakan adalah behavioral checklist. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan
model penelitian adalah studi kasus (case study). Jenis studi yang digunakan
adalah jenis studi kasus intrinsic (instrinsic case study). Adapun metode
pengambilan sampel yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah purpose sampling.
Setelah melakukan penelitian mengenai
Gambaran Pertemanan Anak ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder),
penulis menarik kesimpulan dari penelitian ini bahwa makna teman bagi anak ADHD
mengaku mempunyai teman dekat. Anak ADHD memaknai teman sebagai individu yang
selalu mengajak ia untuk melakukan sesuatu, mengajak anak ADHD ke tempat-tempat
yang ia sukai, dan bermain bersamanya. Hasil tambahan, yaitu anak ADHD juga
berteman dengan anak-anak yang dibawah umurnya. Dan yang peling utama adalah
adanya peran orang tua sangat dibutuhkan
dalam perkembangan pertemanan anak ADHD, karena peran orang tua pada
perkembangan pertemanan anak-anak berfungsi sebagai pembimbing dan teman anak
untuk bercerita jika anak ada masalah.
Menurut saya dalam penulisan ini,
kelebihan yang dapat saya kutip salah satunya dari segi pemaparan masalah.
Penulis menjabarkan gambaran-gambaran, pendekatan-pendekatan serta
karakteristik pertemanan pada anak ADHD sudah sangat spesifik.
0 komentar:
Posting Komentar