Newest Post

Motivasi_M9

| Sabtu, 28 November 2015
Baca selengkapnya »
TEORI HARAPAN & IMPLIKASI PRAKTISNYA
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229)
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165).
  Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu
1. harapan (expentancy)
2. nilai (Valence)
3. pertautan (Inatrumentality)
Implikasi Teori Harapan
·         Para manajer dapat mengkorelasikan hasil yang lebih disukai untuk tingkat kinerja yang ditujukan.
·         Para manajer harus memastikan bahwa karyawan dapat mencapai tingkat kinerja yang ditujukan.
·         Karyawan layak harus dihargai untuk kinerja luar biasa mereka.
·         Sistem imbalan harus berlaku jujur dan adil dalam suatu organisasi.
·         Organisasi harus merancang pekerjaan yang dinamis dan menantang.
·         Tingkat motivasi karyawan harus terus dikaji melalui berbagai teknik seperti kuesioner, wawancara personal, dan lain-lain.
Contoh Kasus: Seorang karyawan pada bagian/divisi penjualan berupaya meraih target penjualan tertentu untuk mendapatkan bonus berupa liburan ke luar negeri. Dalam teori harapan, karyawan tersebut berusaha mendapatkan kesempatan untuk memenuhi target karena ingin pergi ke luar negeri.
TEORI TUJUAN & IMPLIKASI PRAKTISNYA
Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat in digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghsilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.
Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a. Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
b. Tujuan adalah yang mengatur upaya
c. Tujuan adalah meningkatkan persistensi
d. Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan
SUMBER:
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga



Motivasi_M9

Posted by : Maharanisme
Date :Sabtu, 28 November 2015
With 0komentar

Motivasi_M8

| Jumat, 20 November 2015
Baca selengkapnya »

Pengertian Motivasi Menurut Para Ahli – Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan  sesuatu. Menurut Sardiman 2006:73) motif merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegaiatan untuk mencapai tujuan.
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 1992:173). Dalam Sardiman (2006:73) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorangyang ditandai dengan munculnya “felling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
b. Teori Drive Reinforcement dan implikasi praktisnya
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu:
a.    Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
          b.    Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi  jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.

SUMBER:
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga 
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.

https://fardiansyah7fold.wordpress.com/k-e-p-e-m-i-m-p-i-n-a-n/

Motivasi_M8

Posted by : Maharanisme
Date :Jumat, 20 November 2015
With 0komentar

Teori-teori Leadership_M7

|
Baca selengkapnya »
#Teori kepemimpinan menurut konsep modern choice approach to participation (vroom &  yetton)
            Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
#Contingency theory of Leadership dari Feidler
            Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).

Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership(menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).

e. Path Goal Theory 

menurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengikur, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).


Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan antara usaha –kinerja-imbalan.

Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.

SUMBER:
Leavitt, J.H., 1992 Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga 
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.

https://fardiansyah7fold.wordpress.com/k-e-p-e-m-i-m-p-i-n-a-n/

Teori-teori Leadership_M7

Posted by : Maharanisme
Date :
With 0komentar

Teori-teori leadership_M6

| Sabtu, 07 November 2015
Baca selengkapnya »


Hemhill dan Coon (1995)Kepemimpinan merupakan sikap dari seorang individu yang memimpin berbagai kegiatan dari suatu kelompok menuju suatu tujuan yang ingin dicapai bersama-sama.
Rauch dan Behling (1984) Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu kelompok yang diorganisasi menuju arah pencapaian sebuah tujuan.
Kartini Kartono (1994 : 48)Kepemimpinan itu karakternya khas, spesifik, dibutuhkan pada satu situasi tertentu. Sebab didalam sebuah kelompok yang melakukan kegiatan-kegiatan tertentu & memiliki sebuah tujuan serta berbagai macam peralatan yang khusus. Pemimpin sebuah kelompok dengan ciri-ciri yang karakteristik adalah fungsi dari situasi tertentu.
Tannenbaum, Weschler dan Massarik (1961)Kepemimpinan ialah sebuah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan pada keadaan tertentu, serta diarahkan lewat proses komunikasi, menuju arah pencapaian satu tujuan tertentu atau lebih.
Teori X dan Y dari Mc Douglas
1. Teori X
Teori X menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Individu yang berperilaku teori X mempunyai sifat : tak suka dan berusaha menghindari kerja, tak punya ambisi, tak suka tanggung jawab, tak suka memimpin, suka jadi pengikut, memikirkan diri tak memikirkan tujuan organisasi, tak suka perubahan, sering kurang cerdas.
Contoh individu dengan teori X : pekerja bangunan.
- Keuntungan Teori X :
Karyawan bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi.
- Kelemahan Teori X :
a. Karyawan malas,
b. Berperasaan irrasional,
c. Tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin.
2. Teori Y
Teori Y memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Individu yang berperilaku teori Y mempunyai sifat : suka bekerja, commit pada pekerjaan, suka mengambil tanggung jawab, suka memimpin, biasanya orang pintar.
Contoh orang dengan teori Y : manajer yang berorientasi pada kinerja.
- Keuntungan teori Y :
a. Pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri,
b. Tanggung jawab,
c. Inisiatif tinggi,
d. Pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan.
- Kelemahan Teori Y :
Apresiasi diri akan terhambat berkembang karena karyawan tidak selalu menuntut kepada perusahaan
B. Teori Sistem 4 dari Rensis Linkert
- Asumsi dasar
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baikmaka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat system:
1. Sistem pertama : system yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik.
2. Sistem kedua : system yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitive terhadap kebutuhan karyawan.
3. Sistem ketiga : system konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan.
4. Sistem keempat : system partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan.
C. Model Leadership Continuum
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negative, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan.
Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.
Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
2. Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4. Pemimpin memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).
Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar:
1. Berorientasi kepada pemimpin.
2. Berorientasi kepada bawahan.
Pembahasan Kelompok 9 :
1. Pengertian :
- Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
- Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
2. Contoh dalam kehidupan sehari-hari :
- Individu dengan teori X adalah Pembantu rumah tangga
- Individu dengan teori Y adalah supervisor yang berorientasi pada kinerjanya.
3. Ciri-ciri :
- Teori X, ciri-cirinya :
1. Tak suka dan berusaha menghindari kerja,
2. Tak punya ambisi,
3. Tak suka tanggung jawab,
4. Tak suka memimpin,
5. Suka jadi pengikut,
6. Memikirkan diri tak memikirkan tujuan organisasi,
7. Tak suka perubahan,
8. Sering kurang cerdas.
- Teori Y, cirri-cirinya :
1. Suka bekerja,
2. Commit pada pekerjaan,
3. Suka mengambil tanggung jawab,
4. Suka memimpin,
5. Biasanya orang pintar.
KESIMPULAN :
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah :
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi.
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia adalah sbb :
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumís dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan desempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.


Sumber:


Teori-teori leadership_M6

Posted by : Maharanisme
Date :Sabtu, 07 November 2015
With 0komentar
Next Prev
▲Top▲